ruang hijau UNDIP

ruang hijau UNDIP

Minggu (03/11) menjadi hari inspirasi An di awal November ini. An mengikuti agenda dadakan dari “Mizan Activity” dalam workshop Rohis FEB UNDIP yang mengundang penulis favorit An, yaitu Bang Darwis aka Tere Liye. Rangkaian takdir untuk mengikuti workshop ini memang unik. Informasi tentang workshop Bang Tere sudah An ketahui dari teman FLP saat acara Kudeta Cinta di Toga Mas lalu (13/10) lalu teringat kembali saat pagi ini. Rencana untuk berolahraga sepeda di Pleburan berubah haluan untuk pergi ke Tembalang, mengikuti workshop ini. Tak peduli apakah tiket sudah habis atau tidak, An memutuskan untuk pergi ke Gedung C, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Lantai 4.

Wajah UNDIP Tembalang rupanya mengalami banyak perubahan. Gedung-gedung baru mulai bermunculan, dilengkapi dengan suasana asri yang nyaman. Taman kecil yang sebagai pembatas jalan di tengah, sudah ditumbuhi tanaman perdu yang tinggi. Sepanjang jalan akan ditemukan pohon-pohon hijau yang lebat. Saat memasuki kampus FEB, An menanyakan lokasi workshop secara detail ke petugas keamanan. Syukurlah, An tidak begitu terlambat dan mendapatkan tiket masuk. Acara workshop baru dimulai dengan tilawah Al Qur’an.


wpid-IMG_20131103_155030.jpgAuditorium mini FEB tersusun berbagai shaf yang bertingkat. An sengaja mengambil shaf paling tinggi untuk dapat mendokumentasi foto dengan baik. Oh ya, sebelum masuk ruangan, An sempat bertemu dengan Bang Tere. Dalam hati, An pengen bersorak dan menyapa, tapi Bang Tere masuk ke ruang panitia terlebih dahulu. Hehe.. Padahal, belum pernah bertemu sebelumnya, tapi An berkeyakinan kalau orang yang bertemu barusan adalah Bang Tere.

Kalau kamu ingin menjadi penulis, memang sebaiknya menyiapkan pena/ pulpen dan kertas saat kamu berada di mana saja. Alhamdulillah, An selalu menyiapkan kedua benda ajaib itu sehingga berfungsi dalam workshop ini. Teman sebelah An bahkan menggunakan gadget canggihnya untuk mendokumentasikan acara workshop dalam notes. Wow, berbagai cara bisa dilakukan untuk merekam kejadian dan menyimpan ilmu dengan baik. Ada juga sih, yang hanya mendengar seksama tanpa perlu menulis apa yang sudah diterima. Berhubung ingatan An masih terbatas, An memilih untuk menulis hal penting apa saja yang sudah didengar dan disampaikan oleh Bang Tere.

Talkshow Tere Liye @FEB UNDIP (03/11)

Talkshow Tere Liye @FEB UNDIP (03/11)

wpid-IMG-20131103-WA0008.jpg

wpid-IMG-20131103-WA0005.jpg

Sebelum memulai materi, Bang Tere mengenalkan diri dengan gaya jenaka. Nama Tere Liye itu bukanlah nama aslinya, melainkan nama pena yang selalu melekat di karyanya. Cukup sebut saja dengan nama Darwis. Tahun 2010, An pertama kali mengenal nama Bang Tere melalui sahabat kecil An yang selalu suka membaca novel beliau. An kira Tere Liye itu nama perempuan. Lalu, An diberitahu bahwa beliau adalah sosok laki-laki.

Jujur, pada waktu novel ‘Hafalan Shalat Delisa’ masih booming di pasaran, An belum pernah menyentuh novel tersebut. Novel pertama beliau yang An baca adalah ‘Moga Bunda Disayang Allah.’ Novel itu pinjaman dari sahabat yang kebetulan nge-fans juga ma Bang Tere. Hal kebaikan apa saja yang diceritakan sahabat An tentang Bang Tere telah terbukti saat An membaca langsung novelnya pada tahun 2012. Masya Allah, perasaan An ikut terhanyut dalam isi novel. An kehabisan kata-kata dalam deskripsi novel beliau yang dramatis. Beliau piawai dalam mengatur konflik, dan menyusun kata-kata hikmah yang menurut An sangat jleb, masuk ke dalam hati. Output terpenting dari novel ‘Moga Bunda Disayang Allah’ adalah An semakin mencintai Mama dan mensyukuri nikmat apa saja yang diterima. Kabarnya, novel ini sudah diangkat ke layar lebar, namun An belum berkesempatan menonton. An baru sempat membuat resensi singkat novel tersebut (http://aniamaharani.blogspot.com/2012/12/moga-bunda-disayang-alloh.html).

An semakin penasaran dengan buku Bang Tere lainnya dan kembali terpaku atas buku kedua beliau yang An baca, ‘Berjuta Rasanya’. Semula An beli untuk koleksi perpustakaan, namun ada teman An yang butuh buku bacaan sehingga An berikan dia buku Bang Tere. Reaksi memberi dan diberi-pun berlanjut. Pada saat di Bogor bulan Sept, An bertemu dengan sahabat Dumay lalu An diberikan buku kenangan Bang Tere “Mimpi-Mimpi Si Patah Hati” (Cetakan Pertama, November 2005). Dalam buku tersebut, beliau menggunakan nama pena Sendutu Meitulan, sebelum nama beliau terkenal di dunia kepenulisan. Sampai saat ini, meskipun An mengaku nge-fans ma Bang Tere, An belum membeli buku beliau secara pribadi. Haha.. Pada bookfair Semarang pekan depan (6-12 Nov’ 2013), Insya Allah An berencana untuk membeli buku beliau.

Mengapa Harus Menulis?

Kalau kamu aktivis pesbuk, pasti tidak asing menemukan status-status Bang Tere bertebaran di sosmed. Penulis yang berbasis Akuntan itu menjelaskan bahwa tidak semua apa yang disampaikan di sosmed adalah kebenaran. Hal kebenaran dan kebaikan yang tersirat hanya termuat dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Beliau mengakui bukan sebagai ahli hadist, melainkan hanya sebagai penulis fiksi.

Menurut Bang Tere, semua aktivitis pesbuk maupun twitter berpotensi untuk menjadi penulis novel/ buku. Bayangkan saja, banyak ribuan status yang ter-upload, dan jutaan SMS yang terkirim dalam setiap harinya. Indonesia pasti memiliki banyak penulis hebat apabila jutaan aktivis sosmed yang ada berkomitmen untuk menjadi penulis.

Mengapa harus menulis? Setiap individu pasti memiliki puluhan alasan untuk menulis. Bang Tere memberikan pengantar yang cukup menarik tentang kisah tiga dokter. An tulis intisarinya saja, ya 😉 Bang Tere memang piawai dalam berdongeng dan berbagi cerita.

Ada persahabatan tiga dokter wanita yang berjanji bertemu di sepuluh tahun yang mendatang. Seperti cerita dalam film 3 idiots, mereka bermimpi untuk menjadi dokter yang bermanfaat dengan pasien terbanyak. Pada suatu kesempatan, mereka bereuni dan menceritakan apa-apa yang terjadi selama sepuluh tahun.

Dokter A, berhasil sebagai dokter umum dan berhasil memiliki daftar pasien 100.000 selama sepuluh tahun. Berbeda dengan Dokter B, berhasil sebagai dokter spesialis bencana alam, yang selalu hadir apabila ada bencana alam terjadi. Jumlah pasien yang diobati-pun fantastis, melebihi jumlah pasien Dokter A. Bagaimana dengan Dokter C? Rupanya,dokter C ini hanya memiliki dua pasien selama sepuluh tahun terakhir. Dokter C bercerita panjang lebar bagaimana kesabarannya dalam merawat dua pasien yang dicintai dan disayanginya. Lima tahun pertama, dokter C harus merawat sang ibunda yang sakit hingga akhir hayatnya. Lima tahun berikutnya, dokter C bergantian merawat suaminya yang sakit hingga tahun ke sepuluh. Di balik rasa tertekannya itu, Dokter C melampiaskannya dalam bentuk tulisan. Dokter C menulis segala sesuatu, baik mengenai ilmu dan pengalamannya dalam merawat ibu dan suaminya yang sakit melalui sebuah blog. Akhirnya, ada penerbit yang tertarik membaca blog Dokter C, dan mempublikasikan tulisan Dokter C menjadi sebuah buku. Surprise! Tulisan Dokter C booming dan laris manis di pasaran. Berbagai orang dari segala belahan dunia mengambil manfaat tulisan dari Dokter C, tanpa harus berobat langsung ke Dokter C. Akhir cerita, Bang Tere bertanya kepada Audiens. Dari cerita tersebut, siapa yang paling banyak mendapatkan pasien dan paling bermanfaat selama sepuluh tahun?

——-

Kita bisa belajar banyak dari dokter C. Dari tulisan, kita bisa berbagi ilmu dan menebarkan manfaat ke banyak orang baik secara langsung maupun tidak langsung. Lihat saja Imam Syafi’i, imam besar kita yang hidup di masa lampau. Meskipun beliau telah tiada, tulisannya hingga era modern ini masih bermanfaat bagi pembaca. Sebuah tulisan akan melebihi usia penulisnya. Itulah pesan singkat yang An ambil dalam cerita Bang Tere. Lalu, bagaimana mulai menulis?

“Mulailah menulis dengan rasa CINTA dan MOTIVASI.”

Bagaimana Membuat Tulisan Menarik?

Berikut An share point penting dari wokshop bersama Bang Tere. Bagaimana seni beliau dalam menulis sehingga menghasilkan tulisan yang selalu menarik pembaca?

1)   Mulailah dengan sudut pandang yang spesial

Topik tulisan bisa apa saja, penulis yang baik selalu memiliki sudut pandang yang spesial. Apa yang dimaksud SPESIAL? Spesial dalam arti berbeda dengan apa yang orang lain pikirkan. Misal, apa yang kamu deskripsikan tentang warna hitam?

Kebanyakan pasti mendeskripsikan bahwa warna hitam itu adalah warna yang kelam, selalu menyudut kepada penderitaan. Penulis yang menggunakan sudut pandang yang spesial akan memanfaatkan segala celah agar tulisannya menarik bagi pembaca. An mendengarkan uraian Bang Tere dengan tersenyum, tatkala Bang Tere menjelaskan ada peserta pelatihan workshop yang mengungkapkan warna hitam dengan sudut pandang berbeda.

“Gadis HITAM MANIS. Saat tua hilang manisnya, masih sisa hitamnya.”

Berlatih dengan sudut pandang yang spesial tidak harus memakai ide orisinil (tetapi bukan berarti menjiplak). Ide dari hal yang paling sederhana dan tidak biasa orang lain pikirkan bisa menjadi tulisan yang spesial.

2)   Penulis yang baik selalu memiliki amunisi

Amunisi di sini bukan berarti senjata yang identik dengan bom, atau pistol sebelum berperang. Tapi lebih condong kepada persiapan sebelum kita menulis. Orang yang sering/ suka membaca, pasti akan mempunyai bahan tulisan yang kaya. Ibarat sebuah teko yang berisi air penuh. Air tersebut diumpamakan sebagai bahan informasi dan ilmu. Selain membaca, amunisi bisa diperoleh dari menonton film, mengobservasi kejadian sekitar, mengamati perilaku, dan menjelajah ke mana saja.

3)   Tidak ada tulisan yang baik atau buruk, yang ada hanya relevansi

Mulailah menulis dengan rasa percaya diri. Relevansi maksudnya adalah apakah tulisan yang dihasilkan itu identik ‘Gue banget’ atau ‘Gak banget’ buat pembaca. Minimal, kita harus mengetahui tulisan yang kita tulis relevansi bagi diri sendiri atau cocok buat pembaca lainnya.

4)   Alah karena terbiasa

Alah berarti bisa dan terampil dalam menulis. Apabila kita sering menulis, maka kita akan terbiasa menulis. Masih ingat, kan,  spiral pembentukan habits (kebiasaan): Learn – Commit – Practice – Repetition – Habits (Buku Habits by Ust.Felix Siauw). Kalau Bang Tere menceritakan pengalaman isterinya yang semula tidak bisa memasak kemudian bisa memasak karena sudah terbiasa memasak. Bagaimana membuat masakan yang enak? Jawaban sang isteri sangat sederhana, yaitu cukup dimasak saja hingga menghasilkan masakan yang enak. Jawaban ini senada dengan Ibu Bang Tere dalam pengalaman memasak. Begitu pula dengan menulis; bagaimana cara menulis yang baik? Ya, tinggal menulis aja. Jadikan menulis sebagai kebiasaan yang disukai.

5)   Lengkapilah dengan CINTA dan MOTIVASI

Semua orang memiliki ‘pertolongan’ terbaik dalam hidupnya. ‘Pertolongan’ terbaik itu tersimpan di dalam hati dan akan dikeluarkan saat sedang diuji kemalasan atau terhambat oleh alasan lainnya. ‘Pertolongan’ terbaik itu bernama ‘Motivasi’ yang akan berguna saat diri mulai down dalam menulis. Apa motivasi terbaikmu dalam menulis? Apa yang bisa engkau banggakan dari tulisanmu? Apakah engkau merasa cukup atau puas saat banyak like atau komentar menanggapi tulisanmu? Jika engkau mengharapkan banyak like atau komentar dari pembaca, maka motivasimu hanya terbatas pada kesenangan orang lain saja. Pernyataan Bang Tere yang cukup menjadi renungan bagi kita.

Diskusi

Momentum yang An tunggu seusai materi disampaikan. Alhamdulillah, banyak peserta yang mengajukan pertanyaan, dan An mendapatkan kesempatan untuk bertanya. Pertanyaan An cukup simple, yaitu menanyakan tentang standar baku kepenulisan. Bang Tere menjelaskan bahwa tetap ada Standar Baku kepenulisan, mengenai tata bahasa dan format untuk tulisan formal yang dikirim ke media, maupun tulisan skripsi. Untuk konsumsi blog, penulis bisa menulis sebebas-bebasnya dengan memperhatikan relevansi dari tulisannya. Apakah tulisannya itu relevansi bagi dirinya sendiri atau bisa relevansi bagi semua pembaca.

Ada pula yang menanyakan tentang menyiapkan formula tokoh, deskripsi tentang tokoh utama atau figuran bisa ditulis tentang deskripsi latar belakang kehidupannya. Kemudian ada pula yang me-request Bang Tere untuk membuat novel dengan campuran genre yang berbeda; politik, religi, cinta, atau horror. Bang Tere mengapresiasi permintaan tersebut. Selain itu, beliau mengakui bahwa tokoh-tokoh dalam novelnya sangat jarang ditemukan tokoh antagonis. Sumber inspirasi Bang Tere menulis ternyata diperoleh dari tanggapan/ komentar dari para pembaca, baik di dunia maya maupun nyata.

ketemu ma adik-adik yang lucu

ketemu ma adik-adik yang lucu

IMG-20131103-WA0004

IMG_20131104_054557

bersama mbak Yaya', FLP Kota Semarang yang nge-fans berat ma Bang Tere

bersama mbak Yaya’, FLP Kota Semarang yang nge-fans berat ma Bang Tere

Dari pertemuan An dengan Bang Tere tersebut, Alhamdulillah, An bisa memperoleh banyak ilmu dan inspirasi, serta mengambil pelajaran yang bijak bahwa profesi apa saja tidak menghambat seseorang untuk menjadi penulis. Kamu mau jadi dokter, dosen, guru, akuntan, pegawai PNS, pegawai Swasta, Ibu rumah tangga atau asisten rumah tangga tak menghalangimu untuk menulis. Ingat, tulisan yang bermanfaat akan mengalirkan kebaikan sepanjang masa.

Jazakallah khairan katsiran sudah mampir membaca ^_^.

An Maharani Bluepen

03 November 2013
Dokumentasi by @AniaMaharani @Meike @Sucianna

About An Maharani Bluepen

Penyuka biru langit dan purnama. Ingin menjadi seorang Ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak :)

22 responses »

  1. Banyak hikmah dan pesan-pesan penting dalam jurnal ini.
    Terimakasih telah berbagi, mbak An.
    *bookmarked*

    Alhamdulillah, buku-bukunya Tere Liye sudah menghiasi perpustakaan keluarga kami.

    • Alhamdulillah. Kembali kasih, Pak. Saya bersyukur telah mengenal Bapak lewat blog. Semoga An bisa bersilaturahiim ke dunia nyata. 😀

      Wow, 16 buku Bang Tere ada semua, Pak? Siip,dh. Perpustakaan keluarga memang belum lengkap tanpa bacaan Tere Liye.

  2. Dyah Sujiati says:

    Pernah denger : menulis itu mengikat ilmu, menulis itu untuk berbagi ilmu, dan menulis itu mengabadikan sejarah.

  3. intan f says:

    Assalamualaikum An…
    Menulis.. Sebuah kenangan dulu yg sering kulakukan alias nulis diary..hehe..
    Ingin memulai kembali rasanya..
    Persiapannya sih udah ada sejak bbrp thn ini yaitu dg buku dan pulpen. Tp berhubung kesibukan yg tak terelakkan,walhasil dalam 1 tahun bisa dihitung dg jari lembaran halaman yg telah dinodai, tidak sampai 365 hari apalagi hari-harinya tahun kabisat.(ehm..kata “dinodai” kerap dinilai dg arti yg negatif kan ya? Nmn terinspirasi dg tulisan diatas,seyogianya pikiran ini harus dibawa positif agar selalu konstruktif..hihihi)

    • Wa’alaykumsalamwrwb. Semangat pagi,mbk Intan 😀 wow,dulu punya koleksi buku harian berapa,mbk? Hihi. Kalau An, udah jarang nulis diary, lebih sering ngeblog 😀 oh ya, bang Fuadi, penulis novel trilogi N5M juga menulis novel karena terbiasa menulis diary, loh,mbk. Barangkali mbk sebagai dokter, bisa mengikuti jejak dokter C di atas 😀

  4. Suhariyanto says:

    Terimakasih An atas sharing ilmunya.

    wah menarik sekali ulasannya, bisa sembari belajar serasa ikut dalam seminar tersebut.
    setuju sekali, apapun profesi kita, kita harus menulis.. menulis apa yang ingin kita tulis..
    itu PR tersebar yang aku sendiri kadang belum konsisten melakukannya. hehe

  5. subhanallah…syukron ukh bagi2 ilmunya…yah kadang terjebak dengan rutinitas lupa bahwa menulis itu penting… 🙂

  6. Enje says:

    bagus! tapi entah kenapa saya kurang minat sama tulisan2 Tere Liye :p

    saya lebih suka Tasaro GK kemana-mana. heheee

  7. satupun belon punya buku bang Tere, tapi ilmunya harus punya, dong ^_^
    Jazzakillah miss An, dah sharing
    kapan ya wujudin proyek kita???
    @_@

  8. faziazen says:

    makasih sharenya..bermanfaat sekali

Leave a comment